LSF Jamin Keterbukaan Informasi Publik Secara Sistemik
  • Berita
  • 19/11/2025
  • 75

LSF Jamin Keterbukaan Informasi Publik Secara Sistemik

Jakarta 18 November 2025 – LEMBAGA Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI) menggunakan pendekatan sistemik untuk menjamin keterbukaan informasi, yang meliputi regulasi, struktur kelembagaan, dan anggaran.


Hal ini disampaikan Ketua LSF RI Naswardi saat mengikuti Uji Publik Monitoring dan Evaluasi (Monev) Keterbukaan Informasi Publik 2025 yang diselenggarakan Komisi Informasi Pusat (KIP) di Jakarta, Selasa (18/11/2025).


Dalam konteks klasifikasi usia penonton, jelasnya, LSF melakukan edukasi luas, mulai bersama bioskop, rumah produksi, asosiasi aktor, hingga 64 perguruan tinggi. “Kalau Bapak-Ibu menonton film di bioskop dan melihat jingle klasifikasi usia, itu bagian dari keterbukaan informasi yang kami hadirkan,” papar Naswardi.


Terkait platform over-the-top (OTT), dia menegaskan, LSF terus berupaya memperjuangkan kesetaraan regulasi. “Kita berjuang agar klasifikasi usia Indonesia juga diterapkan di OTT global. Saat ini sudah lima persen konten OTT lokal yang mengikuti standar Indonesia,” tegas Naswardi.


Dalam Uji Publik, LSF mendapat sesi III bersama tiga badan publik lainnya, yakni Kementerian Pertanian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).


Tahap ini dilalui, setelah LSF dinyatakan lolos tahap verifikasi SAQ, berdasarkan Keputusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor: 06/KEP/KIP/VIII/2025 tentang Petunjuk Umum Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik Pada Badan Publik Tahun 2025.


Kegiatan Uji Publik menjadi penentu kualifikasi dan peringkat keterbukaan informasi secara nasional, sebagai bagian penting dari upaya memastikan setiap badan publik menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara konsisten, transparan, dan akuntabel. Serta sebagai bentuk komitmen meningkatkan kualitas layanan informasi kepada masyarakat.


LSF menegaskan komitmennya dalam meningkatkan transparansi layanan informasi publik melalui penguatan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.


Seperti penyampaian informasi lewat situs dan media sosial resmi, dengan harapan bisa menghapus keterjarakan antara lembaga negara nonstruktural ini dengan publik dalam hal mendapatkan hak akses informasi, termasuk dengan tidak mengecualikan kelompok rentan atau disabilitas lewat fitur-fitur digital yang ramah terhadap mereka.  (Fay/Nuz)