 
                        Pandangan Garin Nugroho tentang Sinema dan Sensor di Era Disrupsi
Jakarta – TEKNOLOGI digital dan platform daring telah mengubah cara film diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi oleh masyarakat. Termasuk dalam menentukan tren di dunia sinema.
Hal itu terungkap saat digelarnya Diskusi Pakar Lembaga Sensor Film (LSF) bersama sineas senior Garin Nugroho bertema “Disrupsi Sinema Global dan Sensor” di Jakarta, Selasa (28/10/2025). Dalam diskusi yang dipandu Ketua Subkomisi Penyensoran LSF Hadi Artomo itu, Garin menyebut perlu ada strategi budaya di tengah kuasa algoritma di ruang digital yang mengendalikan pasar.
“Saya menyadari bahwa algoritma berperan besar dalam menentukan pasar, namun harus ada cara untuk tidak tergantung,” ucapnya menjawab pertanyaan Ketua Subkomisi Publikasi LSF Nusantara HK Mulkan tentang hegemoni algoritma yang menciptakan homogenisasi di karya film.
Sutradara yang dikenal lewat Cinta dalam Sepotong Roti itu pun menilai persoalan sensor film tidak sekadar menilai adegan, tapi memahami konteks sosial, nilai moral, dan profesionalisme pembuat film. “Di negara lain, etika hiburan menjadi dasar industri kreatif. Kita harus memahami ruang dan waktu penayangan, etika keluarga, hingga tanggung jawab sosial dari sebuah tayangan,” jelas Garin.
Selain itu, dia menilai sensor film harus berpijak pada demokrasi, bukan ketakutan terhadap protes sosial. Setiap keputusan harus berdasarkan filsafat hukum, etika, dan sosiologi bangsa. “Kalau masyarakat tidak setuju dengan film, diskusikan. Bukan main hakim sendiri,” tegasnya. (Han/Nuz)
 
    
 
                             
                         
                             
                         
                             
                         
                            