SEMANGAT BARU, LANGKAH BARU
SIARAN PERS
LAPORAN KINERJA LSF 2020
Nomor : 001/Sipres-LSF/K1/II/2021
Semangat Baru, Langkah Baru
Jakarta – Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020, tak membuat semangat LSF kendor. Kepengurusan Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2020–2024 langsung bekerja, sejak 17 (tujuh belas) anggota LSF selesai dilantik oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, 8 Mei 2020. “Anggota LSF Periode 2020-2024 mengayun visi untuk membangun LSF yang Independen, Akuntabel, Kredibel, dan Profesional,” ujar Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto, yang dalam kepengurusan LSF didampingi Ervan Ismail sebagai Wakil Ketua.
Independen merujuk pada pengambilan kebijakan yang tidak dipengaruhi dan tidak terikat pada kepentingan golongan tertentu. “Rujukan paling utama adalah kepentingan bangsa dan negara. Kebijakan tersebut tentu harus dapat dipertanggungjawabkan, yang dapat dimaknai sebagai Akuntabel,” kata Rommy Fibri.
Kredibel, merepresentasikan LSF sebagai lembaga yang harus dapat dipercaya seluruh pemangku kepentingan perfilman. “Lembaga ini mesti mampu menyelaraskan antara menjaga masyarakat dan mendorong majunya dunia perfilman,” Rommy menegaskan. Adapun Profesional, sangatlah berkaitan dengan kepandaian khusus untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi kelembagaan, demi merilis keputusan-keputusan yang jernih.
Selama kurun waktu delapan bulan (Mei–Desember 2020), serangkaian program telah terlaksana dengan baik. Program dan kegiatan LSF dijalankan melalui tiga komisi, yakni Komisi I (bertanggung jawab pada bidang Penyensoran, Dialog, Apresiasi dan Promosi, Media Baru, Data, Pelaporan dan Publikasi), Komisi II (Pemantauan, Hukum dan Advokasi), Komisi III (Sosialisasi, Kemitraan, Penelitian dan Pengkajian).
“LSF harus berada di antara masyarakat untuk memberikan advokasi dan pendampingan agar masyarakat dapat memilah dan memilih film sesuai dengan klasifikasi usianya,” ujar Rommy. LSF di era milenial ini perlu mengubah posisi, yang semula menjadi penghalang antara layar dan masyarakat, kini harus berada di antara masyarakat untuk memberikan literasi tentang film.
Penyensoran dan Sensor Mandiri
Sebagaimana kita ketahui, Undang-Undang Nomor 33/2009 tentang Perfilman menyebutkan bahwa tugas utama LSF adalah melakukan penyensoran film dan iklan film. Sepanjang 2020, LSF telah menyensor 39.863 (Tiga Puluh Sembilan Ribu Delapan Ratus Enam Puluh Tiga) film dan iklan film.
Jumlah tersebut meliputi jenis film untuk layar lebar (bioskop), televisi, palwa (penjualan dan penyewaan melalui keping cakram/DVD), jaringan informatika, sarana promosi, festival, kalangan terbatas, dan event tertentu. Dari total keseluruhan, mayoritas sensor film adalah untuk televisi, yakni 95,99 persen. Adapun film layar lebar hanya 1,40 persen dan sisanya untuk jaringan informatika.
Jumlah 39.863 tersebut memperlihatkan bahwa belum seluruh film dan iklan film yang beredar di Indonesia disensorkan. Padahal bila mengacu pada Pasal 57 UU Perfilman, disebutkan bahwa setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan ke khalayak umum wajib memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
Apalagi di era digital saat ini, masyarakat memiliki banyak alternatif untuk mengakses konten film, terutama yang berbasis pada jaringan informatika, baik berupa layanan Over the Top (OTT) maupun Video on Demand (VoD). Namun realitasnya, belum semua film yang berbasis internet ditayangkan melalui proses penyensoran. Karena itu, menjadi suatu keharusan bagi LSF untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat agar secara mandiri dapat memilah dan memilih tontonan sesuai penggolongan usia.
Inilah yang menjadi dasar utama LSF mengedepankan program Budaya Sensor Mandiri (BSM). Intinya LSF mengajak seluruh komponen bangsa untuk menyebarkan informasi dan meliterasi publik agar masyarakat mampu memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia. Targetnya, hal ini dapat menjadi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, termasuk salah satu persiapannya adalah dengan membentuk Desa Sensor Mandiri.
Out of The Box
Mendikbud Nadiem Makarim dalam sambutannya ketika melantik anggota LSF, antara lain mengatakan bahwa sebaiknya anggota LSF tidak hanya memperkuat integritas, tetapi juga mengembangkan wawasan yang out of the box. “Guna mengimbangi perkembangan teknologi dan konten di dunia perfilman serta mendukung kemajuan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia,” ujar Mendikbud saat itu.
Cara berpikir menciptakan gagasan di luar kebiasaan tersebut, dijawab LSF dengan mengembangkan sistem informasi publik yang sangat mudah diakses. Hingga saat ini LSF sudah memiliki beberapa platform media sosial, yaitu Instagram (@lsf_ri), Twitter (@lsf_ri), Facebook (lembagasensor.RI), laman www.lsf.go.id, dan kanal YouTube (Lembaga Sensor RI). Bahkan ada pula TikTok yang terkenal bersifat hiburan dengan segala bentuk video singkat yang dikemas untuk menarik perhatian kalangan milenial.
“Dengan cara itu, masyarakat mendapat literasi dan pengetahuan memadai terkait film-film yang akan ditonton,” ujar Rommy Fibri. Melalui seluruh kanal informasinya, LSF akan menayangkan kanal movie guide (panduan film) yang dapat menjadi mercusuar bagi masyarakat di tengah belantara film yang beredar luas melalui berbagai platform, khususnya platform digital.
Launching website dan jingle Budaya Sensor Mandiri
Untuk menyesuaikan diri dengan zaman milenial, LSF memperbarui laman www.lsf.go.id. Pada kesempatan Soft Launching ini, perkenankanlah kami memperkenalkan desain dan perwajahan baru laman LSF. Menurut rencana, wajah baru laman LSF secara lengkap akan dapat dinikmati pada akhir Maret mendatang, sekaligus menyambut Hari Film Nasional.
Dalam kesempatan ini LSF juga memperkenalkan jingle atau lagu tema Budaya Sensor Mandiri beserta Video Klipnya. Kali ini, LSF berkolaborasi dengan Piyu Padi. Semoga lagu ini dapat mengajak masyarakat untuk selalu menonton film sesuai dengan klasifikasi usianya. @Lsf
Jakarta, 11 Februari 2021
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia
Laman: lsf.go.id Twitter: twitter.com/lsf_ri Instagram: Instagram.com/lsf_ri Facebook:fb.com/lembagasensor.RI