login

LSF GAGAS SKKNI BIDANG SENSOR FILM UNTUK TENAGA SENSOR

Lembaga Sensor Film menggagas dilakukannya Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) bidang sensor film untuk Tenaga Sensor. Bersama tim ahli bidang kesenian, hiburan dan kreativitas bidang perfilman disusun rancangan SKKNI kategori kesenian, hiburan dan rekreasi, golongan pokok kegiatan hiburan, kesenian dan kreatifitas pada bidang perfilman sektor Tenaga Sensor Film.

Adapun gagasan tersebut didasari pemikiran bahwa penyensoran dilakukan oleh kelompok penyensor – terdiri anggota dan tenaga sensor. Dalam hal ini, Tenaga Sensor mempunyai tugas melaksanakan penelitian, penilaian, dan analisis terhadap suatu film dan iklan film untuk dipertunjukkan, ditayangkan, dan/atau diedarkan kepada khalayak umum. Hasil penyensoran ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, kemudian dituangkan dalam berita acara elektronik. Apabila hasil penyensoran tidak mencapai kesepakatan, akan dibahas bersama Sub Bidang Penyensoran. Bila masih belum juga didapat mufakat, akan dibawa ke sidang pleno.

Dalam rapat persiapan gagasan penyusunan rancangan SKKNI di Bandung baru-baru ini membahas tentang elemen yang akan menjadi penilaian. Dijelaskan elemen penilaian dalam penyensoran, meliputi agama, ketahanan nasional, kekerasan, perjudian, penyalahgunaan napza, diskriminasi, dan pornografi. Inilah yang kemudian diterang-jelaskan di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film.

Penanggung jawab RSKKNI bidang sensor film, Arturo Gunapriatna yang juga sebagai Ketua Subkomisi Kemitraan dan Sosialisasi menyatakan kebutuhan tenaga kerja yang kompeten pada lingkungan LSF di era globalisasi mengharuskan setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya secara konsisten dan efisien sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Dalam rangka pengembangan kesenian khususnya perfilman, dibutuhkan tenaga kerja teknis bidang perfilman. Salah satu tenaga teknis bidang perfilman adalah Tenaga Sensor Film.

Dipaparkan Arturo, Tenaga Sensor Film merupakan salah satu tenaga kerja bidang perfilman yang mempunyai tugas melaksanakan penyensoran dan mengembalikan film yang mengandung tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor.

Sensor pada dasarnya diperlukan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film dari adanya dorongan kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, serta penonjolan pornografi, penistaan, pelecehan dan/atau penodaan nilai-nilai agama atau karena pengaruh negatif budaya asing.

“Untuk memberi gambaran dan pedoman standar kerja yang jelas dan sistematis tentang persyaratan minimal Tenaga Sensor, maka perlu disusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Perfilman. SKKNI disusun untuk menyediakan sebuah pedoman yang yang baku dapat diaplikasikan dalam rangka memenuhi kebutuhan industri sebagai pengguna, institusi pendidikan dan pelatihan, asosiasi profesi, dan masyarakat umum,” jelas Arturo.

Untuk memperlancar penyusunan SKKNI tersebut, Ketua LSF akan menyusun komite standar RSKKNI yang terdiri dari beberapa element masyarakat seperti praktisi film, praktisi kebudayaan, serta praktisi dari lembaga sertifikasi.

Beberapa kegiatan untuk mendukung terealisasinya rancangan SKKNI bidang  sensor film untuk Tenaga Sensor dilakukan rapat-rapat dan pra konvensi rancangan SKKNI yang melibatkan pakar seperti Direktur Standarisasi Kompetensi Deputi Bidang SDM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Tri Lestari dan staf Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Adhi Djayapratama.

Adhi Jayapratama menjelaskan, cakupan kompetensi pada SKKNI meliputi; kemampuan seorang pekerja mendemonstrasikan implementasi dari standar yang dipersyaratkan di tempat kerja. Penerapan keterampilan dan pengetahuan tertentu yang relevan dengan suatu jabatan di tempat kerja. Kemampuan dasar (employability skill) yang harus dimiliki oleh seorang pekerja. Mampu berkomunikasi dan  bekerjasama dalam tim (teamwork), dapat memecahkan  masalah dalam pekerjaan dan berinisiatif.

“Komponen kompetensi itu meliputi, pertama, knowledge yaitu kemampuan memahami, menganalisa dan mengintegrasikan fakta dan informasi yang berkaitan dengan aspek teknis pekerjaan. Kedua, skill yaitu kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan kinerja yang ditetapkan secara akurat, konsisten dan ekonomis. Ketiga adalah attitude yaitu kemampuan untuk menampilkan sikap dan tingkah laku yang impresif terhadap orang lain dalam melaksanakan tugasnya,” ujar Adhi Jayapratama dalam rapat konvesi RSKKNI bidang penyensoran untuk Tenaga Sensor yang diselenggarakan LSF, 5 November 2021 yang lalu.

“Sebagaimana pekerja film sangat penting memiliki sertifikasi, begitu juga dengan Tenaga Sensor. Sebagai contoh  ada satu kasus yang harus dijadikan pengalaman. Saat terjadi tsunami di Aceh tahun 2004, media-media asing terjun langsung untuk meliput pemberitaan terutama lembaga televisi. Saat itu mereka membuka peluang kerja buat cameraman dari Indonesia, dan ternyata cameraman Indonesia tidak ada yang diterima karena mereka tidak memiliki sertifikasi keahlian. Akhirnya yang bekerja semua dari cameraman asing yang memiliki sertifikasi, sementara pekerja kita hanya bersifat membantu atau menjadi guide. Karena itu sangat penting yang namanya sertifikasi,” papar Arturo. @Lsf .Suhartini.