login

LEMBAGA SENSOR FILM CANANGKAN BUDAYA SENSOR MANDIRI SEBAGAI GERAKAN NASIONAL

SIARAN PERS

Nomor : 008/Sipres-LSF/K1/XII/2021

Sebagai sebuah lembaga negara independen nonstruktural, Lembaga Sensor Film (LSF) menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman yaitu, melakukan penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan dipertunjukkan kepada khalayak umum, menentukan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan dipertunjukkan kepada khalayak umum serta menentukan penggolongan usia penonton film. Dalam pelaksanaan tugas ini pula LSF memiliki salah satu fungsi yaitu memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari peredaran dan pertunjukan film dan iklan film.

Tentu dalam hal ini LSF tidak dapat bekerja sendiri, peran serta masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, LSF mencanangkan gerakan Budaya Sensor Mandiri untuk mengatasi dampak dari tsunami tontonan yang terjadi di era media baru saat ini. Budaya Sensor Mandiri merupakan gerakan penumbuhan budaya dalam masyarakat agar mampu memilah dan memilih tontonan sesuai dengan kategori usia. Tumbuh dan mengakarnya gerakan ini dalam masyarakat menjadi penting karena ada peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar yang menjadi penyaring utama dalam menentukan tontonan mana yang layak atau tidak untuk dikonsumsi.

Pentingnya menerapkan Budaya Sensor Mandiri ini diungkapkan pula oleh Ketua LSF, Rommy Fibri Hardiyanto dalam sambutannya.

“LSF memandang sensor mandiri perlu, karena pertama perkembangan dunia yang sangat digital, terutama untuk tontonan yang dapat diakses dengan bebas dan gratis bahkan berbayar. Jika tidak dibekali dengan sensor mandiri akan sangat disayangkan untuk anak cucu kita. Kesadaran untuk memilah memilih tontonan ini yang perlu ditanamkan sedari dini,” ujar Ketua LSF.

Wujud nyata LSF dalam menggaungkan sensor mandiri agar menjadi bagian dari budaya yang melekat pada masyarakat telah dilakukan melalui berbagai langkah. Diantaranya adalah sosialisasi melalui berbagai media seperti webinar, talkshow, dan desa sensor mandiri. Di samping itu LSF juga memperkuat sinergi tersebut dengan mengadakan MoU (Nota Kesepahaman) anatar LSF dengan berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan beberapa instansi dan lembaga.

Pada Kamis, 30 Desember 2021, LSF memperkuat Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri dengan mencanangkan Deklarasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri. Deklarasi ini memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Turut ikut menandatangani piagam Pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yaitu: Rommy Fibri Hardiyanto, Ketua LSF RI; Desy Ratnasari, Anggota Komisi X DPR RI; Djonny Syafruddin, Ketua GPBSI; Lola Amaria, Produser Film; Rachel Elleza Coloay, Puteri Indonesia Persahabatan 2020; serta Perwakilan PGRI mewakili pemangku kepentingan dunia Pendidikan.

Tidak hanya dukungan dari para pemangku kepentingan terkait, pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri ini juga mendapat dukungan penuh dari Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Viada Hafid yang hadir secara daring. Dalam sambutannya Ketua Komisi I DPR RI menyebutkan bahwa sensor film dalam hal ini adalah sensor mandiri perlu ditingkatkan.

“Pencanangan Budaya Sensor Mandiri dapat menjadi keberlanjutan tolok ukur bagi perkembangan dunia perfilman nasional yang lebih bijak dan berkualitas serta lebih maju. Lembaga Sensor Film juga harus mampu mengharmonisasikan serta mengkolaborasikan stakeholder perfilman untuk mau ikut menggalakkan sensor mandiri,” ujar Meutya Hafid dalam sambutannya.

Para pemangku kepentingan terkait perfilman juga turut angkat suara untuk memberikan testimoni. Chand Parwez Servia dan Christine Hakim yang tidak dapat hadir secara langsung pun memberikan dukungan yang sama melalui ruang virtual. Demikian halnya Lola Amaria, aktris sekaligus produser film yang hadir langsung mengutarakan betapa pentingnya sensor mandiri dan pendampingan orang tua agar tidak ada lagi anak-anak yang menonton tayangan yang tidak sesuai dengan usia mereka.

Adapun Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, melalui inisiasi dan akselerasi Catur Aksi Budaya Sensor Mandiri meliputi: Masifikasi kampanye Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri; Akselerasi pembentukan Desa Sensor Mandiri; Penelitian dan Riset Budaya Sensor Mandiri; Kerjasama antar lembaga dan penguatan Komunitas Sahabat Sensor Mandiri.

“Harmoni dan kolaborasi menjadi kunci penting bagi suksesnya pencanangan sensor mandiri hari ini. Tentunya ketika kita berbicara tentang budaya, budaya berawal dari sebuah kebiasaan yang dilegitimasi dan diinstitusionalkan lalu kemudian menjadi sebuah norma bersama yang dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu kerja keras tidak hari ini saja, tapi tentunya harmoni dan kolaborasi harus terus dilakukan hingga terbentuk kebiasaan yang menjadi norma di masyarakat.” Demikian pernyataan tegas Anggota Komisi X DPR RI, Desy Ratnasari yang juga turut hadir dan ikut menandatangani piagam Pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri.[]